My Community Service pada tanggal 20 November 2010 hari Jumat
Hari ini aku menjalani CS (Community Service). Aku dan kelompokku (Ririn, Dita, Fahreza, dan Triza) kebagian jam mengajar kloter 2, yaitu dari pukul 10.00 – 11.00. Jadi pada pagi hari kami tidak langsung menuju ke SD, tetapi kami berdiam di perpustakaan SMA Plus Negeri 17 dahulu.
Sekitar pukul 09.00 kami pun pergi ke SD tersebut. Sesampainya di sana, teman-temanku yang kloter pertama ternyata telah selesai menjalankan tugas mereka. Mereka berkata bahwa mengajar anak kelas 1 itu tidakalah mudah. Ada yang berkelahi, menangis, berlari-lari, melompat-lompat dan berbagai macam. Oke, aku hanya bisa mendengarkan mereka bercerita dengan serunya karena saat itu aku belum merasakannya. Nah, pukul 10.00 pun tiba. Semua murid masuk ke kelas.
Ternyata, kami kelompok 6 kebagian untuk mengajar kelas 1-D (atau 2-D, entahlah yang saya tau ini kelas D -__-“). Kami pun masuk dan memulai interaksi kami dengan mengucap salam. Ririn memulai kata-katanya dan bertanya ‘Sudah tau kan dek, kami dari SMA mana?” murid-murid diam tetapi ada 2 atau 3 orang yang menunjuk tangan. Kami pun memilih yang paling cepat menunjuk. Adik yang-tidak-kuketahui-namanya itu menjawab SMA tujuh belaaaas. Kami pun memberikan hadiah (berupa makanan yang telah kami beli tadi) kepada anak tersebut.
Hmmm, disinilah mulainya kerusuhan kecil yang mungkin nanti akan menjadi kerusuhan besar (dan memang kerusuhan besar segera terjadi). Anak-anak tersebut mulai menunjuk tangan dan meminta makanan-makanan tadi. Kami pun mendiamkan mereka dengan menyuruh mereka duduk dan mengancam yang tidak duduk tidak akan dapat hadiah/makanan. Awalnya cara ini mempan karena mereka segera duduk kembali dengan rapi. Kami pun melanjutkan ke sesi perkenalan.
Kardus yang telah digambari dengan muka-muka kami tadi kuambil dan kami pun meminta mereka untuk membaca nama-nama kami. Kami meminta lima siswa untuk maju, tetapi kenyataannya banyak sekali yang berebutan ingin maju. Sehingga jadinya bagian depan kelas itu penuh dengan anak-anak yang bersemangat membaca, tidak lain dan tidak bukan demi mendapatkan makanan -__-‘. Hmmm, memang ya anak-anak itu kalau sudah mulai ditawari dengan hadiah/makanan menjadi bersemangat, berani dan sangat PD. *Hal ini membuat aku berpikir apakah saat aku kecil aku juga begini, sama dengan anak-anak ini? Hmm, entahlah, kurasa tidak, atau mungkin juga aku memang telah lupa*
Alhasil semua siswa berebutan menjawab soal-soal kami, atau mungkin lebih baik kukatakan secara frontal saja. Semua siswa berebutan untuk mendapatkan makanan/snack yang telah kami beli tadi. Ya, sepertinya kalimat ini memang benar dan kenyataannya memang seperti inilah yang terjadi. Apabila kami (kebanyakan Ririn) memegang makanan, maka anak-anak pun segera mengerubungi kami dan menjangkau-jangkau tangan kami yang memegang makanan. Bermacam-macam ekspresinya, ada yang meminta dengan memelas seperti Yuk,aku belum dapet, ada yang minta dengan muka innocent, (minta yuk, sambil mengulurkan tangan lagi), bahkan ada yang kasar, berkata minta sambil menarik-narik makanan yang dipegang.
Tidak lama kemudian ada anak yang berkata padaku ‘Yuk, ada yang berkelahi’ Oh, benar! Mereka benar-benar berkelahi, maksduku mereka saling menyerang fisik tidak seperti kita, apabila kita berkelahi mungkin kita akan saling men-cuek-kan. Tetapi mereka berbeda, mereka cakar-cakaran, tinju-tinjuan, pukul-pukulan, tendang-tendangan, pokoknya segalanya mereka lakukan *?!* Kami pun segera melerai, kemudian anak yang bertengkar tadi menangis pula. Hmm, entahlah aku tak bisa menghitung berapa banyak anak yang bertengkar dan menangis di kelas yang kuajar tadi. Yang kutahu tiba-tiba disudut sana sudah ada yang bertengkar, di sudut lain sudah ada pula anak yang menangis.
Saat aku kewalahan mengajar mereka, terbersit di pikiranku tentang guru yang mengajar mereka. Betapa hebatnya guru yang bisa mengajar anak-anak ini apalagi kalau guru tersebut mengajar dengan perasaan ikhlas, senang, dan sabar. Subhanallah, betapa mulianya manusia seperti itu. Jujur, aku yang diberi kesempatan hanya untuk mengajar satu kali saja sudah kewalahan minta ampun. Bagaimana dengan guru-guru tersebut yang bertemu dengan mereka setiap hari. Yah, kini aku lebih menyadari julukan ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ yang diberikan kepada guru, meski aku tak tahu masih adakah guru yang berhak menerima julukan tersebut di zaman sekarang ini dimana kepedulian kepada sesama sangatlah sedikit.
Dan materi yang kami ajarkan benar-benar sudah tidak memerhatikan tema yang kami rancang sebelumnya. Rencananya tema kami adalah ‘kebudayaan’ tapi yang kami ajarkan justru penjumlahan, menggambar, membaca, menulis, huruf hijaiyah, angka dalam bahasa inggris, menyanyi beberapa lagu, bahkan kami pun mengajarkan surat An-Nas kepada mereka. Haha xD Ya, benar-benar menyimpang dari tema kami sebelumnya.
Akhirnya jam pun menunjukkan pukul 11.00. Kami harus mengakhiri kerjaan kami yang sungguh sangat menyenangkan ini :D Ya, karena tadi Ririn yang membuka maka Ririn jugalah yang menutup. Kami mengucapkan salam dan say ‘dadaaaa’ dengan mereka. Kami pun keluar dari kelas yang berbahaya tersebut.
Haaah? Selesai? CS kami selesai? CS ku selesai?
Yaaah, pengen lagi nih. Kok, kerasa bentar banget ya *padahal waktu ngajar tadi terasa lama banget* Haha ;p Tapi, jujur nih, aku pengen CS lagi. Pengen ‘menaklukkan’ siswa-siswa kelas 1 (atau 2) tersebut. Tunggu aja ya adek-adek kalo kakak nanti bisa CS lagi, bakal kakak taklukkin kalian semua (senyum sinis dan menantang) *apeeee -__-“
Pokoknya pengalaman hari ini adalah pengalaman yang langka untuk didapatkan.
I’ve collect one of the rare experiences! :D
Dari sini aku tahu bahwa menjadi seorang guru itu tidaklah mudah seperti yang dilihat. Guru itu tidak hanya mengajar, memberi latihan dan PR, member ulangan. Bukan! Guru tidak cukup hanya dengan semua itu. Menurutku guru yang baik itu adalah guru yang mengetahui murid-muridnya. Guru yang apabila muridnya tidak mengerti dengan penjelasannya dengan sabar akan mengulangi penjelasan itu hingga muridnya mengerti. Guru yang apabila siswanya melakukan kesalahan akan dengan senang hati memaafkan muridnya dan mengajrakan muridnya untuk tidak mengulanginya lagi. Guru yang apabila muridnya mempunyai suatu kehendak akan dengan bijkasana memikirkan apakah kehendak itu bagus atau tidak, bermanfaat atau tidak. Guru yang dengan adil tidak akan membedakan murid-muridnya. Guru yang baik itu adalah orang yang benar-benar berniat untuk menyandang julukan guru, iklhas menajdi seorang guru, dan merasa senang disebut sebagai seorang guru.
Teacher, I love you. Thanks for giving me many knowledge. Please, forgive this your brash student that has much mistakes.
Posting Komentar